Rabu, 29 Desember 2010

Sebuah Pelajaran dari Sejarah TITANIC

Sejarah penuh dengan kisah orang-orang yang mengandalkan diri pada terobosan teknologi dan sepenuhnya mengabaikan kekuasaan Allah. Justru karena itulah banyak bencana telah terjadi sepanjang sejarah sebagai pelajaran yang pahit bagi siapa saja. Masing-masing dari peristiwa ini penting dalam artian mengingatkan manusia bahwa baik kekayaan ataupun kekuatan, sains maupun teknologi tidak memiliki daya untuk menolak kehendak Allah.
Banyak contoh dari peristiwa seperti ini dapat diberikan. Yang paling diketahui adalah Titanic yang terkenal, sebuah kapal samudra besar dengan tinggi 55 meter dan panjang 275 meter, yang karam hampir 90 tahun yang lalu. Titanic, yang dimaksudkan sebagai "hinaan terhadap alam", adalah proyek raksasa yang melibatkan sebuah tim insinyur dan lima ribu pekerja. Hampir semua orang benar-benar yakin bahwa kapal ini tidak akan pernah tenggelam. Kapal samudra merupakan karya besar teknologi dengan banyak kemajuan teknik yang meninggalkan batasan zamannya. Namun mereka yang mengandalkan prowess teknis kapal itu tidak mempertimbangkan satu fakta yang dinyatakan dalam ayat, "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku," (QS. Al Ahzab, 33: 38) dan bahwa setiap orang cepat atau lambat akan menjumpai takdirnya. Akhirnya, sebuah kekeliruan kecil menyebabkan kapal itu tenggelam dan teknologi maju tidak dapat menyelamatkan Titanic dari akhirnya yang pahit.
Dari apa yang diceritakan mereka yang selamat, kebanyakan penumpangnya berkumpul di dek untuk berdoa ketika mereka menyadari kapal itu akan segera karam. Dalam banyak bagian Al Quran, kecenderungan perilaku manusia ini diulang-ulang. Pada saat-saat kesulitan besar dan bahaya, manusia dengan tulus berdoa dan meminta pertolongan dari Penciptanya. Namun, setelah diselamatkan dari bahaya, mereka segera berpaling tanpa rasa syukur:
Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. Maka apakah merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirba-likkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi kamu; atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin topan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (QS. Al Isra', 17: 66-69)
Seseorang mungkin tidak pernah mengalami bencana seperti itu, namun dia seharusnya ingat bahwa pada suatu ketika seseorang mungkin mendapati hidup dilucuti hingga ke dasar-dasarnya. Karena itu, manusia seharusnya selalu menyibukkan diri dengan mengingat Allah karena "kekuatan seluruhnya adalah milik Allah." (QS. Al Baqarah, 2: 165) Di lain pihak, begitu malapetaka menyerang, seseorang mungkin tidak mempunyai kesempatan untuk mengubah kelakuannya yang tidak bersyukur kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Kematian dapat datang sangat seketika.
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan dekatnya kebiasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Quran itu? (QS. Al A'raaf, 7: 185)

Senin, 27 Desember 2010

Kenapa masih bingung cari HP buat modem....????


 

Zaman 2010 kox masih bingung.....wkwkwkwkwkwkwkwkwkw....

    Semua merk HP bisa dibuat modem, jangan takut....HP china juga bisa :

Ini ada tips modem pake HP bluethooth. Langkahnya cukup mudah :

  1. Pastikan komputer atau laptop ada software bluetoothnya....kalau gk ada ya beli dunx bluetooth di toko2 komputer terdekat.
  2. Pastikan settingan internet di hp kamu sudah benar.
  3. Aktifkan bluetoth di HP kamu...
  4. Setelah itu klik kanan pada menu bluetoth devices di laptop atau di komputer kamu nanti akan muncul menu bluetooth kurang lebihnya seperti ini :
    1. Add a devices
    2. Allow a devices to connect
    3. Show bluetoth devices
    4. Send a file
    5. Receive a file
    6. Join a areal personal network
    7. Open setting
    8. Remove icon
  5. Lalu klik add a devices dan tambahkan nama bluetooth HP di laptop atau komputer kamu.
  6. Kalau sudah ada sekarang klik Show bluetoth devices nanti akan muncul nama bluetooth di laptop atau komputer kamu.
  7. Selanjutnya klik kanan pada nama bluetooh di laptop atau komputer yang akan kamu pake buat modem, nanti akan ada pilihan menu :
    1. Connect using
    2. Modem setting
    3. Dial-up networking
    4. Troubleshoot
    5. Remove devices
    6. propertis
  8. setelah itu klik kiri pada connect using trus klik kiri pada acces point.
  9. Nanti akan terhubung pada hp kamu...
  10. Selanjutnya siap dwech modem kamu....
  11. Lalu coba buka mozila firefox kamu di laptop atau di komputer...
  12. Saya jamin pasti bisa...


     

    MUDAH KAN.....?????


     

    GAK PERLU BUANG-BUANG UANG MAHAL BUAT BELI MODEM....


     

    Cukup pakai HP dah bisa praktis ditaruh di saku juga bisa asal bluetoothnya connect dengan bluethooth laptop atau komputer kamu...


     

    SELAMAT MENCOBA.....semoga sukses....


     

    Eh.......... jangan lupa add facebook, email, YM, twitter aq yaw....hehehehehehehe....

    Ni email q.....

    Cli_qerss@yahoo.co.id

Senin, 13 Desember 2010

konfigurasi iman

I. PENDAHULUAN
Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang umat manusia adalah fenomena keberagamaan religius. Keberagamaan merupakan respon manusia terhadap wahyu Allah SWT dalam bentuk penghayatan, pemikiran maupun perbuatan keberagamaan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktifitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual, tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan lahir dan bukan hanya berkaitan dengan aktifitas tampak, tetapi juga batin seseorang.
Generasi sahabat merupakan masyarakat muslim yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW. Jika dilihat dari masanya, maka sahabat Nabi merupakan orang pertama yang mengalami hidup bersama Nabi dan mendengar serta menyaksikan turunnya wahyu. Segala persoalan terkait dengan kehidupan mereka baik urusan dunia maupun agama selalu terselesaikan dengan meminta fatwa langsung dari Nabi. Keberagamaan mereka dapat dipandang sebagai keberagamaan yang dekat dengan sumber wahyu, sehingga merepresentasikan kehidupan Islami pertama yang menjadi sumber rujukan pola keberagamaan pada masa-masa sesudahnya.

II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian konfigurasi iman itu ?
2. Bagaimana konsep dasar dalam konfigurasi iman ?
3. Bagaimana konfigurasi iman pada masa generasi sahabat rasulullah ?

III. Pembahasan
1. Definisi Konfigurasi Iman
Salah satu unsur dasar dalam Islam adalah adanya kesatuan antara dunia akhirat. Prinsip dasar ini kemudian dipertegas dengan rumusan Islam kaffah yang mengandung arti bahwa ajaran Islam di dalamnya meliputi seluruh kehidupan umat manusia. Ini berarti, seluruh aspek kehidupan, apakah dunia atau ukhrowi adalah medan keberagamaan dalam wujud memberi respon kepada wahyu Allah SWT. Bobot tampilan keberagamaan ini kemudian dipertajam dengan tampilan empiris pelaksanaannya oleh Rasulullah dalam kehidupan manusia, melalui suatu proses pendidikan (tarbiyah) secara empirik (bil al-hal).
Konfigurasi adalah bentuk, susunan, setting, informasi keadaan dari suatu system terutama untuk menjalankan suatu proses.
Konfigurasi iman adalah juga suatu model susunan dari arti, nilai, dan simbol yang dirumuskan dari ajaran aqidah islam. Menurut S. Takdir Alisyahbana, nilai memiliki kekuatan untuk membentuk perilaku di dalam diri, masyarakat, dan budayanya.
Konfigurasi iman dapat diartikan sebagai penataan kembali unsur-unsur perilaku keberagamaan agar menjadi perilaku yang sesuai dengan misi rasul yakni mengesakan Allah. Bedasarkan penjabaran tersebut, konfigurasi iman sebagai wujud perbuatan umat atau masyarakat dalam membentuk dan menata kembali iman tersebut menjadi sebuah keniscayaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, keberagamaan manusia juga mengalami perubahan. Apalagi di era modernisasi ini dimana pengaruh budaya barat sangat mendominasi disetiap segi kehidupan manusia termasuk didalamnya perilaku umat. Untuk iman ini sudah cendrung megikuti bentuk perilaku barat dan mulai meninggalkan nilai-nilai islam. Hal ini menimbulkan munculnya disentegrasi sosial, merosotnya nilai solidaritas, dan cenderung materialisme. Dalam hal ini manusia sudah mulai mengukur sesuatu dengan kaca mata ekonomi, sehingga makin menyempitnya waktu sosial.

2. Konsep Dasar Konfigurasi Iman
Konsep dasar di dalam teologi islam terapan dirumuskan berdasarkan kajian historis dengan wawasan konteks modern. Penysunan konfigurasi modern ini perlu memanfaatkan warisan pemikiran filsafat dan tasawuf yang telah dimiliki umat islam sepanjang sejarah pemikirannya.wawsan filosofis ini diperlukan untuk dapat dengan tetap meraba watak konteks kehidupan modern. Ajaran islam memang tidak terbatas ruang dan waktu, tetapi ia mengenal perubahan sosial sehingga corak kehidupan perlu diperhatikan dalam mengamalkannya.
Adapun konsep dasar konfigurasi iman dalam teologi islam terapan adalah sebagai berikut :
1. Uraian Al-quran dan Sunnah tentang Tuhan, sifat-sifatnya atau masalah lain yang terkait lebih merupakan ungkapan fungsional daripada eksistensial
2. Manusia adalah hamba Allah yang berperan melaksanakan amanat karena mahluk lain tidak mampu melaksanakannya.
3. Alam semesta disediakan bagi manusia sebagai lahan pengabdian.
4. Manusia adalah tetap sebagai hamba Allah SWT.
Dalam konfigurasi iman teologi islam terapan, konsep-konsep dasar tersebut menjadi nilai utama atau etos sikap teologis umat islam

3. Konfigurasi iman Generasi sahabat
Generasi sahabat merupakan masyarakat muslim yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW. Mereka terbagi ke dalam dua kelompok kategori, yakni sahabat Anshar yang merupakan sahabat dari kalangan orang asli/ penduduk Madinah dan Muhajirin yang merupakan pendatang muslim dari kota Makkah.
Jika dilihat dari masanya, maka sahabat Nabi merupakan orang pertama yang mengalami hidup bersama Nabi dan mendengar serta menyaksikan turunnya wahyu. Segala persoalan terkait dengan kehidupan mereka baik urusan dunia maupun agama selalu terselesaikan dengan meminta fatwa langsung dari Nabi. Keberagamaan mereka dapat dipandang sebagai keberagamaan yang dekat dengan sumber wahyu, sehingga merepresentasikan kehidupan Islami pertama yang menjadi sumber rujukan pola keberagamaan pada masa-masa sesudahnya.
Al-Qur’an pada mulanya di wahyukan sebagai respon terhadap situasi masyarakat tertentu, yang pada akhirnya secara alamiah tumbuh dan berkembang secara luas, dengan tersebarnya Islam ke berbagai penjuru. Kebanyakan persoalan yang di hadapi umat Islam di masa Nabi Muhammad sudah barang tentu berbeda dengan yang di hadapi oleh generasi-generasi yang akan datang. Hal ini terjadi dikarenakan proses kemasyarakatan yang berjalan terus-menerus, juga disebabkan kontak dan saling mempengaruhi antar umat Islam dan budaya lain yang saling bersentuhan. Oleh karena al-Qur’an hanya memuat sebagaian kecil hukum-hukum yang terperinci, dan sunnah yang terbatas pada kasus-kasus yang terjadi di masa Nabi Muhammad, maka untuk memecahkan persoalan-persoalan baru, terutama yang berhubungan dengan persoalan kemasyarakatan di perlukan adanya ijtihad. Ijtihad yang merupakan upaya pemikiran maksimal manusia yang dapat dikerjakan secara sungguh-sungguh dalam menentukan dan menerapkan pesan-pesan Tuhan yang termuat pada suatu teks (nash) agama, ternyata telah dapat mengaktualkan aturan-aturan Islam pada setiap waktu dan keadaan.
Salah satu penjelasan yang dapat menggambarkan bagaimana kehidupan keberagamaan dan konfigurasi iman generasi sahabat pada masa itu adalah dengan melihat upaya mereka dalam mengartikan dan menerjemahkan realitas kehidupan berdasarkan fatwa dan petunjuk Nabi Muhammad SAW. Banyak sahabat Nabi yang telah berijtihad mengenai berbagai persoalan, baik ketika mereka berada di samping Nabi Muhammad, atau ketika mereka berjauhan dengan beliau. Terhadap hasil ijtihad yang beliau ketahui secara langsung, ataupun melalui perantara sahabat-sahabat yang lain, beliau senantiasa menentukan sikap dan kalau perlu memberikan keputusan, ada yang beliau setujui dan ada pula yang beliau betulkan.
Semangat ijtihad tumbuh subur di kalangan para sahabat, karena Nabi Muhammad memberikan peluang yang besar kepada mereka untuk berijtihad. Oleh karena itu wajar jika diantara para sahabat banyak yang tercatat dalam sejarah sebagai orang-orang yang sering di ajak oleh Nabi Muhammad untuk berdiskusi dalam menentukan suatu masalah, salah satunya adalah Umar Ibn Khattab.
Setelah Nabi Muhammad wafat, keperluan Ijtihad semakin meningkat. Pada masa itu segala persoalan di konsultasikan kepada beliau, pasca Nabi keadaannya menjadi lain. Tanggung jawab untuk memecahkan segala persoalan menjadi garapan sepenuhnya ummat yang di tinggalkannya.
Kedudukan Nabi Muhammad sebagai Khatam al-anbiya wa al-mursalin, nampaknya dipahami para sahabat secara kreatif. Untuk itulah, mereka dengan segala upaya kesungguhan, berijtihad, mencari pemecahan masalah, dengan selalu mengambil inspirasi dan menangkap pesan-pesan universal dari al-Qur’an dan al-Sunnah
Di tengah “keterputusan teks” pasca kenabian itulah yang kemudian memunculkan beragam persoalan baru. Tumbuh dan melebarnya kekuasaan Islam menghadirkan munculnya pluralitas tradisi, budaya, dan bahkan agama. Sebagai konsekuensinya, adalah sampai sejauhmana kecerdasan hukum Islam “fiqh” menjawab perkembangan hukum yang muncul belakangan tersebut. Fenomena inilah yang mendesak para sahabat saat itu, untuk mengkonstruksi produk hukum baru, yaitu dengan cara berijtihad. Cara ini sebagai media solusi yang paling relevan untuk mengurai kebuntuhan hukum pada masa itu.
Ijtihad menjadi sebuah media yang sangat urgen dan sangat besar peranannya dalam konstruksi hukum Islam. Tanpa peran ijtihad, mungkin saja kontruksi hukum Islam tidak akan berdiri kokoh seperti sekarang ini, dan “mungkin” ajaran Islam tidak mampu menjawab tantangan zaman dengan beragam problematikanya.
Munculnya ijtihad ini bukan menjadi bahasa dan trend baru bagi para pembaharu hukum Islam, akan tetapi hal ini sudah di mulai semenjak Rasulullah masih hidup. Sebagai contoh, ijtihad Nabi Muhammad tentang tawanan perang Badar. Disaat landasan nash al-Qur’an (wahyu) yang menjelaskan soal tawanan perang belum turun, Nabi Muhammad kemudian meminta pendapat Abu Bakar dan Umar Ibn Khattab. Hal ini dilakukan oleh Nabi sebagai antisipasi atas kekosongan landasan hukum. Petunjuk ini memberikan isyarat pada kita bahwa Nabi telah memberikan jalan alternatif ketika umat tidak menemukan landasan hukum dalam nash al-Qur’an. Pesan yang disampaikan Nabi Muhammad tersebut memunculkan inspirasi bahwa proses ijtihad senantiasa terus dimunculkan sebagai penyelesaian persoalan umat Islam.
Contoh yang lain pula adalah, Umar Ibn Khattab memberikan satu masukan pendapat kepada Nabi, bahwa tawanan perang Badar tersebut harus dibunuh. Alasan mendasarnya adalah, mereka merupakan pemimpin-pemimpin yang kafir, yang jika mereka dilepaskan akan membuat keonaran di tengah masyarakat Muslim.
Sementara, Abu Bakar mengeluarkan statemen (tafsir hukum) yang berbeda. Ia menyarankan agar tawanan perang Badar tersebut dilepaskan dengan fidyah (tebusan). Hal ini dilakukan agar bisa memperkuat kaum muslim dan menambah pemasukan bagi kaum muslimin. Nabi Muhammad saat itu kemudian berijtihad dengan menerima pendapat Abu Bakar setelah mempertimbangkan kemaslahatan.
Akan tetapi terkait dengan aktifitas ijtihad tersebut diatas Allah menegur Nabi Muhammad dengan turunnya wahyu yang memperingatkan bahwa dalam kondisi seperti di atas pendapat Umar Ibn Khattab lebih tepat untuk diterapkan.
Kalau di perhatikan sepintas lalu, tampaknya kebijakan- kebijakan Umar Ibn Khattab bertentangan dan melenceng dari perintah al-Qur’an dan al-Sunnah yang berlaku sebelumnya. Akan tetapi, seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Hasan dalam bukunya The early Development of Islamic Jurisprudence , bahwa tindakan Umar Ibn Khattab semacam itu justru bukanlah penyimpangan, tetapi berangkat dari ketaatan yang sejati kepada semangat al-Qur’an yang di lakukannya berdasarkan pertimbangan pribadi.
IV. Kesimpulan
1. Konfigurasi iman dapat diartikan sebagai penataan kembali unsur-unsur perilaku keberagamaan agar menjadi perilaku yang sesuai dengan misi rasul.
2. Gambaran konfigurasi iman generasi sahabat dapat dipandang sebagai keimanan/keberagamaan yang dekat dengan sumber wahyu, sehingga merepresentasikan kehidupan Islami pertama yang menjadi sumber rujukan pola keberagamaan pada masa-masa sesudahnya, sehingga dapat dikatakan bahwa konfigurasi iman masyarakat sahabat merupakan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dan utuh yang merepresentasikan kondisi iman yang layak untuk dijadikan uswah karena masa-masa tersebut merupakan penataan dan pembangunan pondasi keimanan pertama ummat Islam.

Minggu, 05 Desember 2010

AGAMA SEBAGAI SARANA UNTUK MENGATASI GEJALA ALAM, SOSIAL, DAN BUDAYA

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memegang peranan yang besar dan sangat penting. Keberadaan agama di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diabaikan. Agama mengatur tentang bagaimana membentuk masyarakat yang madani. Agama juga yang mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk. Seperti yang kita semua ketahui bahwa tidaklah mudah untuk hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan, utamanya perbedaan pendapat yang ada di masyarakat dapat memicu timbulnya perselisihan. Di sinilah posisi agama memainkan perannya yang penting sebagai penegak hukum dan menjaga agar masyarakat saling menghormati dan tunduk pada hukum yang berlaku.
Di dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 5 dijelaskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kekuatan-kekuatan yang selalu berusaha menarik dirinya untuk menyimpang dari nilai-nilai dan norma Ilahi. Dengan kata lain, sebagai perusak, hal ini bisa berbentuk kerusuhan, demonstrasi dan sebagainya yang semuanya diakibatkan oleh tangan manusia. Jadi, yang menjadi sumber utama terjadi konflik adalah masyarakat atau pemeluk agama, bukan pada agama atau ajarannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian agama, alam, sosial, dan budaya itu ?
2. Bagaimana cara agama mengatasi gejala alam ?
3. Bagaimana cara agama mengatasi gejala sosial ?
4. Bagaimana cara agama mengatasi gejala budaya ?

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian agama, alam, sosial dan budaya
a. Pengertian agama
Kata agama berasal dari bahasa sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Sedangkan kata lain untuk agama adalah Religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”, maksudnya bereligi seseorang mengikat dirinya kepada tuhan.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang dianutnya. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis “agama adalah percaya akan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat”. Jelas sekali, Ali tidak sedang berbicara masalah agama dalam arti umum. Dia sedang mendefinisikan agama seperti yang dilihatnya dalam agama islam.
Menurut Hendropuspito, agama adalah suatu jenis system sosial yang dibuat oleh penganut- penganutnya yang berproses pada kekuatan- kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka. Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 macam, yaitu (1) kepercayaan pada hal- hal yang spiritual; (2) Perangkat kepercayaan dan praktik – praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) Ideologi mengenai hal- hal yang bersifat supranatural.
Dari beberapa definisi diatas, jelas tergambar bahwa agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya. Karena sifatnya yang supranatural sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah- masalah yang non empiris.
b. Pengertian alam
Alam adalah :
• dunia, bumi
• segala yang ada di langit dan di bumi (bumi, bintang-bintang, tenaga-tenaga yang ada, dan lain-lain)
• lingkungan yang meliputi golongan atau kumpulan orang atau hidupan lain yang tertentu atau sejenis
• bidang atau lingkungan kegiatan (minat dan lain-lain)
Islam tidak dapat dikaji dari segi ke alaman. Karena alam bukanlah gejala agama, dan alam juga bersifat baku dan tidak dapat berubah. Jadi alam adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat digunakan sebagai alat penelitian agama.
c. Pengertian sosial
Definisi Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial.
Menurut Pitirin Sorogin, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan timbal balik aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dan moral. Jika budaya adalah bentuk atau cipta karya yang sudah jadi, maka, sosial adalah suatu proses yang sedang berlangsung sebelum proses itu selesai dilakukan.


d. Pengertian budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Jadi, dapat disimpulkan pengertian budaya adalah suatu perbuatan yang sudah baku dan sudah menjadi rutinitas secara terus menerus.

2. Cara agama mengatasi gejala alam
Para ilmuwan telah menunjukkan dengan penelitian intensif bahwa planet bumi telah terancam. Selain itu akibat perubahan iklim dan kehilangan habitat dan ekspansi yang dilakukan oleh manusia, kepunahan spesies semaking bertambah tinggi. Terbukti nyatanya segala konvensi dan peraturan saja tidaklah mengikat dan dapat mengambil langkah untuk menurunkan tingkat kerusakan dan kepunahan spesies di muka bumi. Setelah dirasakan tidak ada perubahan. Barulah timbul kesadaran baru yang mengkaitkan prinsip agama yang diharapkan berperan dalam menanggulangi krisis ekologi.
Prof. Mary Evlyn Tucker besama John Grim, menjadi pelopor untuk forum agama dan lingkungan dan membawa diskursus ini dalam berbagai kegiatan dari tingkat internasional hingga lokal untuk menghimbau supaya agama-agama terlibat dalam menyelamatkan bumi. Evlyn diundang bersama dengan Dr. Ibrahim Ozdemir, dari University of Ankara, Turki untuk memberikan diskusi dengan tema: Religion and Ecology, yang diselenggarakan oleh Center for Religious & Cross - cultural Studies (CRCS) Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Agama menurut Evlyn, mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan lingkungan dengan lima R :
1. Reference atau keyakinan yang dapat diperoleh dari teks (kitab-kitab suci) dan kepercayaan yang mereka miliki masing-masing.
2. Respect, penghargaan kepada semua makhluk hidup yang diajarkan oleh agama sebagai makhluk Tuhan.
3. Restrain, kemampuan untuk mengelola dan mengontrol sesuatu supaya penggunaanya tidak mubazir.
4. Redistribution, kemampuan untuk menyebarkan kekayaan; kegembiraan dan kebersamaan melalui langkah dermawan; misalnya zakat, infaq dalam Islam.
5. Responsibility, sikap bertanggunjawab dalam merawat kondisi lingkungan dan alam.

3. Cara agama mengatasi gejala sosial
Dalam perspektif masyarakat sekarang, pada masa-masa ini agama dinilai tidak mampu memberikan perannya secara maksimal dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia, utamanya masalah sosial dan ekonomi. Bahkan dalam beberapa aspek, agama dinilai sebagai pemicu munculnya konflik sosial dalam kehidupan masyarakat. Hal itu bisa menjadi masalah yang serius. Peran agama dalam mengukir masa depan bangsa Indonesia sangat diharapkan kembali oleh rakyat Indonesia, mengingat "gagalnya" pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam momentum inilah agama menjadi harapan akhir rakyat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang kini semakin kompleks.
Langkah awal yang paling tepat untuk menggugah kembali potensi agama dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan (sosial-ekonomi) adalah dengan mengubah paradigma para agamawan dari orientasi yang selalu bertumpu pada dasar ritual menuju peran sosial-ekonomi yang potensial untuk dicampuri oleh agamawan. Langkah selanjutnya yaitu mengubah pola pikir para agamawan tersebut.
Mereka (para agamawan) dituntut untuk dapat merealisasikan konsep keagamaannya, kemudian memberikan solusi praktis penyelesaiannya. Hal ini penting bagi masa depan bangsa ini untuk mencapai cita-cita, dan penting pula bagi para agamawan itu sendiri untuk memaksimalkan potensi yang sebenarnya ada pada diri mereka.
agama melalui peran para agamawan hendaknya tidak hanya memberikan peran sebatas pada pemberian hukum atas persoalan-persoalan dan sisi-sisi kehidupan mereka. Peran agamawan tidak hanya sebatas pembimbing mental-spiritual mereka. Lebih dari itu, para agamawan dituntut untuk bisa memberikan solusi riil penyelesaian persoalan, misalnya dengan membentuk lembaga-lembaga yang menampung mereka dan mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki sehingga mereka dapat menyalurkan dan memanfaatkan potensinya dan menunjang perekonomiannya sendiri tanpa harus melakukan tindakan kriminal.
Setidaknya, peranserta seperti itulah yang selama ini seharusnya dilakukan oleh agamawan. Karena pada realita menunjukkan bahwa itulah potensi yang dimiliki agama dalam menata kehidupan ini, seperti dahulu ketika agama berpartisipasi dalam membebaskan kita dari tirani penjajahan.
Dengan kontribusi signifikan dari agama dalam menyelesaikan permasalahan yang berkembang di negara ini, berarti agama telah menampakkan wujud aslinya dan telah memaksimalkan potensinya dalam menata kehidupan sosial masyarakat. Sehingga peran agama pun tidak hanya terlihat dalam sisi ritual-spiritual masyarakat saja, namun agama juga mewarnai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat ini. Maka di sinilah kita menemukan peran universal agama dalam kehidupan masyarakat, Indonesia khususnya.

4. Cara agama mengatasi gejala budaya
Menyikapi adanya “budaya beragama” pada umumnya, saran yang terbaik adalah memiliki ilmu yang lebih kaya dan lebih mendalam tentang ajaran standar agama. Dengan memahami ajaran agama yang baku, kita akan tahu mana yang memang berasal dari Tuhan dan utusannya (para nabi) dan mana yang merupakan budaya beragama. Setiap agama menganjurkan pengikutnya untuk memiliki ilmu agama dalam tingkat yang advanced.
Saya percaya dengan memiliki ilmu agama yang memadai, kita akan kaya informasi dan karenanya dapat memahami dan memaklumi bila ada kelompok lain yang mengembangkan budaya tertentu. Dengan memiliki pengetahuan standar dalam agama, kita tidak mudah tergiur saat digoda untuk bergabung dengan kelompok-kelompok agama yang boleh jadi merugikan kita.
Sementara itu, berkaitan dengan sikap terhadap budaya beragama “yang menyimpang”. Sebagian besar ulama dan umat hawatir tentang ajaran-ajaran yang nyleneh tersebut. Mereka khawatir keyakinan dan praktik kontroversial tersebut menyebabkan umat mereka menjadi kelompok yang sesat. Dengan kesesatan itu, mereka bukannya masuk surga, tapi justru sebaliknya: menjadi penghuni neraka.
Kalau seseorang mengkhawatirkan keselamatan orang-orang yang disayangi, itu adalah sesuatu yang wajar. Dengan kekhawatiran itu kita berharap para umat lebih banyak belajar tentang isi ajaran agamanya dan ulama memperbesar usaha untuk meningkatkan pemahaman umat terhadap agama. Usaha semacam ini pasti positif karena dapat menjadikan seseorang lebih mengenal ajaran agamanya.
Kalau ada “budaya beragama” yang menyimpang dari agama, sikap yang terbaik adalah bersikap kritis. Dalam hal ini adalah membandingkan budaya beragama tersebut dengan ajaran agama yang standar. Bila menyimpang jauh, maka itu berarti budaya beragama yang sesat. Kepada umat pada umumnya, kita perlu memberitahukan bagian-bagian mana yang menyesatkan dan perlunya kehati-hatian diri setiap umat atas kelompok tertentu.

D. KESIMPULAN
1. agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya. Karena sifatnya yang supranatural sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah- masalah yang non empiris.
Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain.
budaya adalah suatu perbuatan yang sudah baku dan sudah menjadi rutinitas secara terus menerus
2. Agama mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan dengan lima R yaitu Reference, Respect, Restrain, Redistribution, Responsibility,
3. Langkah yang paling tepat untuk menggugah kembali potensi agama dalam mengatasi masalah-masalah sosial adalah dengan mengubah paradigma para agamawan, mengubah pola pikir para agamawan tersebut dan agamawan dituntut untuk bisa memberikan solusi riil penyelesaian persoalan.
4. Cara agama menyikapi masalah budaya yaitu agamawan harus memiliki ilmu yang lebih kaya dan lebih mendalam tentang ajaran standar agama, agamawan banyak belajar tentang isi ajaran agamanya dan ulama memperbesar usaha untuk meningkatkan pemahaman umat terhadap agama.

AGAMA DALAM KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN

I. PENDAHULUAN
Agama merupakan salah satu aspek yang paling penting dari pada aspek-aspek budaya yang dipelajari oleh para antropolog dan para ilmuwan sosiologi lainnya. Sangat penting bukan saja yang dijumpai pada setiap masyarakat yang sudah diketahui, tetapi juga karena saling pengaruh-mempengaruhi antara budaya satu dengan yang lainnya. Di dalam agama itu dijumpai ungkapan materi budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral, dan etika.
Agama itu saling pengaruh-mempengaruhi dengan sistem organisasi kekeluargaan, perkawinan, ekonomi, hukum, dan politik. Agama juga memasuki lapangan pengobatan, sains, dan teknologi. Agama itu telah memberikan inspirasi untuk memberontak dan melakukan peperangan dan terutama telah memperindah dan memperhalus karya seni. Tidak terdapat suatu institusi kebudayaan lain menyajikan suatu lapangan ekspresi dan implikasi begitu halus seperti halnya agama.
Sekali agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi satu hal yang rutin, maka agama itu akan menghadapi kesulitan yang timbul dari rutinisasi itu. Bahkan bukan hanya sekedar kesulitan yang dihadapinya, lebih tepat lagi kalau disebut “dilema” karena kesulitan masih relatif mudah dicari jalan keluarnya, tetapi suatu dilema tidak demikian halnya. Dalam dilema orang dihadapkan dengan satu pilihan dari antara dua alternatif yang berlawanan.
Di bawah ini kita akan melihat dampak dilema yang dihadapi setiap agama yang telah menjelma dalam institusi antara lain agama dihadapkan dengan pilihan yang sulit berkenaan dengan masalah kekuasaan dan kepemimpinan.

II. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian agama itu ?
2. Apa fungsi agama itu ?
3. Bagaimana agama jika dihadapkan pada masalah kekuasaan dan kepemimpinan ?

III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Agama
Agama bagi Durkheim adalah produk khas dari akal kolektif. Sementara menurut James Martineau agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Seorang ahli sosiologi agama bernama Ellizabeth K. Notingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui ekspresi atau penggambaran. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan. Agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana”, dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang dianutnya. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis, “agama adalah percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat”. Jelas sekali, Ali tidak sedang berbicara masalah agama dalam arti umum. Dia sedang mendefinisikan agama seperti yang dilihatnya dalam agama islam.
Walaupun definisi substansi kelihatan sederhana dan dapat dijadikan dasar untuk definisi operasional, cakupannya terlalu luas. Ahli-ahli membatasi substantif malah memperluas. Muller menulis pada tahun 1889 (sebagaimana dikutip Spilka, Hood, dan Gorsuch, 1985 : 30)
“Agama disebut sebagai pengetahuan dan agama disebut juga sebagai kebodohan. Agama disebut sebagai kebebasan dan ia disebut juga sebagai kebergantungan. Agama disebut sebagai keinginan, dan ia disebut juga sebagai kebebasan dari segala keinginan. Agama disebut sebagai renungan sunyi dan ia disebut juga sebagai pemujaan Tuhan yang indah dan meriah”
Jadi, agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta yang berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat.
Agama sebagai sumber ilmu pengetahuan karena semua ilmu bersumber dari Al-qur’an. Kebebasan dan agama bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan, munculnya keadilan dalam agama karena di dasari oleh kebebasan, makanya tidak diherankan kalau agama islam menganut sistem kebebasan, dalam teks alqur’an tidak ada paksaan dalam beragama.

2. Fungsi Agama
a. Agama dalam Kehidupan Individu
Agama dalam individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang membuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianut. Sebagai sistem nilai, agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.
b. Agama dalam Kehidupan Masyarakat
Masalah agama tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain :
1. Berfungsi Edukatif
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Karena agama memberikan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi kita semua di dunia. Seseorang yang tidak mematuhi ajaran agama tentunya akan menyesal di akhirat kelak. Karena baik buruknya perbuatan yang dilakukan di dunia akan mendapat balasan di akhirat.
2. Berfungsi Penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama pada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan ahirat. Alam dunia meliputi kedamaian karena agama kita adalah rahmatan lil’alamin. Sedangkan keselamatan di ahirat adalah jaminan bagi manusia yang beriman semasa hidupnya di dunia.
3. Berfungsi sebagai Perdamaian
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Agama mengajarkan perdamaian bagi semua manusia di dunia, sehingga antara agama satu dengan agama yang lain harus saling menghormati. Kalau semua umat beragama damai tentunya tidak ada kata permusuhan di dunia, tidak ada peperangan di mana-mana. Semua orang di dunia akan merasa tentram tanpa ada permusuhan atara pemeluk agama satu dengan pemeluk agama yang lainnya.
4. Berfungsi sebagai Sosial Kontrol
Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok. Agama selalu mengontrol tingkah laku masyarakat sehingga masyarakat atau manusia dapat dinilai baik buruknya melalui agama. Orang yang menyimpang dari ajaran agama pasti akan menyesal di akhirat.
5. Berfungsi sebagai Rasa Solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan; iman dan kepercayaan. Agama tidak mengajarkan umatnya untuk berpecah-belah. Antar sesama umat beragama harus saling mempunyai rasa solidaritas sehingga tercapai persatuan dan kesatuan antara pemeluk agama satu dengan pemeluk agama yang lainnya.
6. Berfungsi Transformative
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Islam telah memberikan jawaban atas tantangan yang akan terjadi pada masa depan. Kita sebagai seorang muslim harus bersiap-siap mampu menjawab tantangan itu.
7. Berfungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Dalam Islam sudah disebutkan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak merubah nasibnya sendiri. Itu jelas membuktikan kalau kita disuruh kreatif dan inovatif dalam berusaha di dunia sesuai ajaran agama sebagai bekal di akhirat.
8. Berfungsi Sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama uhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha yang dilakukan di dunia untuk kehidupan di akhirat tentu akan mendapat balasan di akhirat kelak selama usaha yang dilakukan di dunia itu sesuai dengan ajaran agama yang diridhoi Allah.
Dari sudut pandang teori fungsional, agama menjadi atau penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan yang memang merupakan karakteristik fundamental manusia. Dalam hal ini fungsi agama ialah menyediakan dua hal. Yang pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond) dalam arti di mana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Yang kedua adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.

3. Agama jika Dihadapkan dengan Masalah Kekuasaan dan Kepemimpinan
Dalam kepercayaan dan praktik religius, etos suatu kelompok secara intelektual dan masuk akal dijelaskan dengan melukiskannya sebagai suatu cara hidup yang secara ideal disesuaikan dengan permasalahan aktual yang dipaparkan pandangan dunia itu. Sementara itu, pandangan dunia dijelaskan secara emosional dan meyakinkan dengan menjelaskannya sebagai sebuah gambaran tentang permasalahan aktual yang khususnya ditata baik untuk menyesuaikan cara hidup seperti itu.
Memilih pimpinan karismatis ataukah kepemimpinan rasional ?. Di dalam agama terdapat dua unsur kekuasaan dan kepemimpinan dalam tingkat universal dan tingkat sektoral kerohanian. Secara umum telah diketahui bahwa kehidupan bersama keagamaan akan mengalami kekacauan (anarki, anatomi, “chaos”) jika tidak diatur dikemudikan oleh unsur pimpinan yang berwenang. Namun, jika agama memandang pimpinan sebagai unsur yang perlu mutlak dan harus diwujudkan dalam kenyataan hidup sehari-hari, ia (agama) terbentur pada kesulitan tersebut di atas. Bila agama memilih untuk kepemimpinan karismatis, pilihan itu akan mendatangkan kesulitan yang tidak kecil. Jika agama memilih bentuk pimpinan yang rasional, ia tidak bebas pula dari kesulitan yang tidak kalah beratnya.
Memilih bentuk kepemimpinan karismatis memang dapat mendatangkan keuntungan tetapi juga kerugian. Keuntungannya antara lain : agama dapat dikembangkan dengan kepesatan yang luar biasa berkat karisma yang dimiliki seseorang pemimpin karismatis. Sebab seorang pemimpin karismatis mempunyai bakat-bakat luar biasa yang berasal langsung dari Tuhan, dan tidak dimiliki seorang pemimpin biasa. Para bawahannya secara emosional tertarik dan tunduk kepada pribadi pemimpin itu. Tetapi di balik sisi putih itu terdapat sisi lain yang hitam. Kekuasaan seorang pemimpin karismatis dapat berubah menjadi kekuasaan yang sewenang-wenang, diktatorial dan mutlak. Ini berarti bahwa para penganut agama baik pada tingkat individual maupun kategorial tidak diberi hak untuk bersuara, ikut ambil bagian dalam membentuk garis-garis perencanaan, pengembangan dan penghayatan agama.
Kalau agama memilih alternatif yang kedua, yaitu bentuk kepemimpinan rasional, pilihan ini juga membawa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya antara lain kemungkinan tidak sewenang-wenang dari pemimpin agama sudah ditutup dengan peraturan rasional yang dibuat oleh wakil-wakil golongan yang ada dalam agama itu. Sekurang-kurangnya kemungkinan untuk bertindak secara diktatorial sudah diperkecil. Namun kerugiannya adalah bahwa agama yang berbentuk yuridis formal akan menjurus (dan kenyataannya memang) kerutinisasi, birokrasi dan stagnasi.
Namun sulit dibayangkan bila penguasa larut dalam kegelisahan dan keresahan duniawi, penguasa politik tidak akan segan-segan melakukan intimidasi terhadap umat masyarakat demi mendapatkan sebuah pembenaran terhadap kebijakan kekuasannya itu. Agamapun akhirnya dipolitisir demi kepentingan sesaat atas nama kepentingan bersama dan stabilitas.
Pertautan antara agama dengan negara atau kekuasaan menjadi penting, masalah ini biasanya terkait erat dengan Enclave yang sebenarnya berbeda tapi disatukan, diakomodasikan secara simultan. Agama yang secara doktrinal-dogmatis memiliki otoritas pembenar akan ajaran agamanya karena bersumber dari otoritas wahyu sering kali terseret pada persoalan kekuasaan politik, ekonomi, dan budaya.
Sementara negara yang secara doktrinal (dogmatis-politis) memiliki otoritas untuk melakukan pembenaran terhadap kebijakan yang diambilnya, berlaku tidak adil pada masyarakat. Hal tersebut terjadi karena negara menganggap bahwa kekuasaan atas kebijakan atau keputusannya perlu diakui dan dijalankan oleh rakyat. Secara politis atau kekuasaan, penguasa negara akan mendapat pengakuan secara wajar apabila penguasa memang memiliki moral yang dapat dipertanggungjawabkan, pantas dihormati dan ditaati.
Dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa relasi kuasa antara negara dan agama memperlihatkan hubungan yang simbiotik dalam pemberian legitimasi.
Fenomena yang menggambarkan kecenderungan elit politik negeri ini dalam mengambil agama sebagai simbol-simbol kekuasaannya cukup banyak dijumpai. Peenguasa orde baru misalnya pada awalnya sangat represif terhadap islam politik, sehingga banyak pejabat pemerintah dan bahkan juga masyarakat yang menjauh dari kode ritual dan bahkan juga nilai tertentu yang bersumber dari agama terutama Islam.
Fenomena elit yang lebih adaptif terhadap Islam tersebut ditandai dengan banyaknya pejabat pemerintah yang dengan pasif mengenalkan “Assalamualaikum”, menghidupkan pengajian di instansi-instansi pemerintah, membuka mimbar Islam dan bahkan pelajaran Bahasa Arab di televisi, tidak mau ketinggalan menunaikan ibadah haji dan banyak lagi.
Berdirinya Negara Bangsa (Nation State) Indonesia, di mana konstitusi negara secara resmi tidak didasarkan pada agama, namun demikian negara tetap memberikan perhatian atau mengurusi persoalan agama. Negara membentuk departemen agama untuk mengelola bentuk relasi kuasa ini. Berbeda dengan Pakistan dan Iran di mana antara agama dan negara tidak harus dipisahkan karena konstitusi negara secara resmi didasarkan pada agama, ataupun di Turki di mana agama dan negara dipisahkan dan agama terbatas pada urusan-urusan pribadi, tidak ada campur tangan agama pada persoalan politik (negara).
Sejarah perkembangan agama, membuktikan bahwa agama-agama untuk menghindari dua ujung yang ekstrim itu harus mengambil jalan tengah. Itu berarti, agama mengadakan kompromi dalam memilih dan menentukan bentuk kepemimpinan dan kekuasaan, bentuk kepemimpinan itu berupa suatu gabungan dari kepemimpinan karismatis dan kepemimpinan rasional. Dalam perwujudan konkritnya (yang terjadi dari sejarah) pemimpin agama lantas merupakan kombinasi dari kekuasaan agama dan kekuasaan masyarakat. Dan bentuk kepemimpinan lebih jauh yang terjadi ialah bahwa kekuasaan agama jatuh sama dengan kekuasaan negara. Hidup keagamaan sama dengan hidup kenegaraan. Agama lalu menjadi tempat penyimpanan nilai-nilai sosial-budaya dari masyarakat. Akibatnya ialah bahwa nilai religius yang khas milik agama tertentu menjadi tercampur-baur dengan nilai kultural masyarakat setempat. Sehingga sukar dibedakan lagi dengan jelas kekhususan ajaran agama dari unsur-unsur budaya bagian setempat.



IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan makalah ini adalah :
1. Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta yang berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat.
2. Fungsi agama adalah menyediakan dua hal. Yang pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond) dalam arti di mana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Yang kedua adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.
3. Agama jika dihadapkan dengan masalah kekuasaan dan kepemimpinan yaitu dengan mengambil jalan tengah. Itu berarti, agama mengadakan kompromi dalam memilih dan menentukan bentuk kepemimpinan dan kekuasaan. Bentuk kepemimpinan itu berupa suatu gabungan dari kepemimpinan karismatis dan kepemimpinan rasionalis.